Jumat, 18 Februari 2011

FOOD SAFETY EDUCATION PROJECT

FOOD HYGIENE PRACTICE IN PREPARATION AND HANDLING COMPLEMENTARY FEEDING AMONG MOTHER HAS 6-24 MONTHS CHILDREN THROUGH COUNSELLING OF CADRES

BACKGROUND

Complementary feeding is defined as the process starting when breast milk alone is no longer sufficient to meet the nutritional requirements of infants, and therefore other foods and liquids are needed, along with breast milk. The target age range for complementary feeding is generally taken to be 6 to 24 months of age, even though breastfeeding may continue beyond two years1.

Complementary feeding should be prepared and given in a safe manner, meaning that measures are taken to minimize the risk of contamination with pathogens.

Attention to hygienic practices during food preparation and feeding of complementary food is critical for prevention of gastrointestinal illness. Practice good hygiene and proper food handling by a) washing caregivers’ and children’s hands before food preparation and eating, b) storing foods safely and serving foods immediately after preparation, c) using clean utensils to prepare and serve food, d) using clean cups and bowls when feeding children, and e) avoiding the use of feeding bottles, which are difficult to keep clean.

The peak incidence of diarrhea disease is during the second half year of infancy, as the intake of complementary foods increases (Martinez et al., 1992). Microbial contamination of foods is a major cause of childhood diarrhea, and can be prevented by the practices described above, because they are difficult to keep clean.

Young children are more likely to get diarrhea than older children and adults because their immune systems are still developing and the protection afforded by the gut flora is not as effective as in adults. In addition, children consume more food in proportion to their weight than adults, hence they have greater exposure to foodborne toxins and contaminants2.

Prevalence of diarrhea in Indonesia based on RISKEDAS 2007 is 9.0%, episodes diarrhea occur annually in children under the age 5 years (33.2%). Properly hand washing behavior only 23.2% and 38.7% household have clean and healthy lifestyle3.

Trained health worker volunteer (cadres) about hygiene practice in the food preparation complementary feeding is one of strategy to educated cadres and after that they would be dissemination their knowledge and skill to the mother in the Health Post (POSYANDU) or in their community.

OBJECTIVE

By the end of one year project, food hygiene practice in the food preparation complementary feeding among mother has 6-24 months children through counselling of cadres will increase from baseline in Takalar district

TIME, PLACE AND NUMBER OF PARTICIPANTS

· Training is conducted for 3 days, number of participant is between 12-20 participants in each PHC or at least one cadres each Health Post

· Follow up of training conducted by cadres in their health post and in the household as long as 10 months and number of household target minimally 400 household (20 cadres x 2 HH x 10 months) each health post/PHC during this project, so total target is 1600 household (400 HH x 4 PHC). Step of counseling in household is following :

a. Cadres make a list of mothers which have children 6-24 month in their area, using form 1.

b. Cadres contact the mother, explain the objective of the project and asking them to participate in this project.

c. Cadres assess food hygiene practice of mother in the preparation complementary feeding, using form 2

d. Cadres conducting counseling, time frame each household is 2 weeks.

e. Cadres assess food hygiene practice of mother in the preparation complementary feeding after 2 weeks, using form 3.

· Cadres send a form 2 and 3 to supervisor every month

· Participants of training is cadres and participants of follow up is household

· Facilitators and supervisors consists of NGO staff and PHC staff (Nutritionist and sanitation

*) If you have budget to support our project or you need detail information please contact our mobile phone or via email : manjilala@yahoo.co.id | juddin_sira@yahoo.com

**) We also have Manual of Training

Rabu, 12 Maret 2008

FENOMENA GIZI BURUK DI SULSEL

Belum cukup dua bulan setelah saya ungkapkan unek-unek saya pada media ini tentang gizi buruk yang akan melanda bangsa kita, kita dikejutkan dengan meninggalnya dg. basse warga jl. dg. tata makassar, yang diduga karena kasus kelaparan dan anaknya yang menderita gizi buruk, meskipun pemerintah tidak menerima dugaan tersebut.

Beberapa hari kemudian, Harian Seputar Indonesia mengangkat Headline tentang 10 balita di Kabupaten Pinrang yang menderita gizi buruk dan sedang menjalani perawatan di RSUD. Lansinrang Kab. Pinrang.

Selanjutnya keesokan harinya, pada harian yang sama kembali mengangkat kasus gizi buruk yang di temukan di Kabupaten Bone dan Gowa.

Mengapa di Lumbung Pangan terdapat kasus gizi buruk ?

Mencegah masalah gizi adalah tindakan preventive yang harus dilakukan TERHADAP seorang anak yang rentan terhadap kurang gizi baik karena fenomena KEMISKINAN maupun karena SALAH ASUH. Tindakan pencegahan adalah strategi jangka panjang pecegahan timbulnya masalah gizi

Hingga saat ini tindakan pencegahan masih sangat terbatas dan bahkan tidak pernah nampak bentuk nyata dari intervensi yang dilakukan.
Salah satu kegiatan yang sering diklaim sebagai tindakan pencegahan adalah melalui metode KIE. Metode ini digolongkan metode lama yang hanya dapat dilihat wujudnya dalam bentuk foster, buku saku, baliho, dan reklame terbatas


Hampir tidak pernah ditemukan model intervensi gizi yang mengandalkan proses pembelajaran publik khususnya sasaran yang mengalami masalah. Pemerintah saat ini masih fokus pada tindakan penanggulangan setelah masalah menjadi besar. Hal ini merupakan pilihan terakhir disaat kita tidak lagi berdaya melihat mereka yang kurang gizi terancam mati kelaparan


Dalam situasi seperti ini petugas harus menyadari bahwa kurang gizi harus dilihat dalam dua dimensi.
Pertama : keadaan emergensi
Kedua : keadaan non emergensi.
Kedua pendekatan ini harus memiliki intervensi yang paralel. Hal ini beararti bahwa yang mengalami status gizi buruk harus dirujuk ke Pelayanan Kesehatan dan yang berstatus gizi kurang harus dirujuk kepada pelayanan gizi masyarakat dengan menerapkan berbagai model intervensi yang ada


Seorang tenaga gizi Puskesmas (TGP) mendistribusikan MP-ASI kepada ibu balita kurang gizi, maka pastikan bahwa si ibu telah diajar bagaimana cara menggunakan MP-ASI dengan tepat.
Caranya adalah seorang TPG melatih kelompok ibu untuk mampu mendemonstrasikan cara mengolah MP-ASI. Pada sesi training setiap ibu diminta untuk memperagakan cara mengolah MP-ASI.
Jika ia sudah mahir maka barulah MP-ASI dapat didistribusi kepada yang bersangkutan. Menjelang beberapa bulan berjalan keterampilan tersebut harus tetap dimonitoring ketepatannya oleh TPG. Jika terdapat kesalahan maka sebaiknya dilakukan peragaan ulang cara membuat bubur MP-ASI.

Proses inilah yang harus dilakukan sebelum MP-ASI dibagikan kepada yang berhak menerima. Apa konsekwensinya jika tidak dilakukan demonstrasi ini?


MP-ASI pabrikan adalah bahan makanan yang memerlukan presisi tinggi dalam pembuatannya. Konsistensi, kebersihan alat, penjamah, waktu pemberian, porsi pemberian dan teknik pemberiannya. Jika presisinya kurang baik maka hasilnya tidak maksimal atau bahkan kontradiksi dengan tujuan pemberiannya. Misalnya berapa banyak kasus MP-ASI berubah menjadi PASI hanya salah dalam porsi dan waktu pemberian.

Kejadian ini dapat dimaklumi mengingat ASI diproduksi dengan sistem suplay dan demand. Ketika anak kenyang dengan MP-ASI maka pada saat yang sama ia tidak akan menyusui dan sekaligus produksi ASI menjadi berkurang. Pada titik kulminasi tertentu akan terhenti jauh sebelum usia 24 bulan.


Secara teoritis makanan diluar ASI hanya dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan 1/3 dari AKG anak hingga usia 24 bulan. Artinya jika proses suplai dan demand berjalan normal makanan diluar ASI memiliki peran sebagai pendamping bukan pengganti ASI hingga usia 24 bulan. Setelah melewati usia 24 bulan peran ASI terhenti secara perlahan-lahan atau berhenti sama sekali.

Nuun Walqalami Wamaa Yasthurun

Kamis, 31 Januari 2008

WASPADA GIZI BURUK TAHUN 2008

Buat saudaraku pemerhati masalah kesehatan, diperkirakan akhir tahun 2008 akan terjadi peningkatan kasus gizi buruk yang cukup signifikan, hal tersebut ditandai dengan :
  1. Memasuki bulan februari 2008, rata-rata harga bahan pangan meningkat sekitar 10% di semua wilayah, dan diperparah dengan kejadian gagal panen di beberapa wilayah pulau jawa.
  2. Meskipun Sulsel telah mempublikasikan peningkatan hasil panen komoditi beras tahun 2007, tetapi harga beras di pasaran masih tergolong tinggi, diperparah lagi dengan akan meningkatnya harga beras untuk orang miskin (RASKIN)
  3. Saat ini terdapat wacana bahwa pemerintah bermaksud menghapus peraturan tentang Fortifikasi vitamin dan mineral pada tepung terigu, dengan alasan fortifikasi telah membebani biaya produksi, padahal menurut Prof. DR. Soekirman, biaya fortifikasi untuk tepung terigu hanya membutuhkan biaya Rp. 50/kg.
  4. Hingga awal februari, harga tempe dan tahu belum normal, bahkan beberapa industri tahu dan tempe terancam tutup.
  5. Lahan pertanian semakin sempit karena ramainya pembangunan perumahan dan pertokoan dan tidak dibarengi dengan pembukaan lahan baru untuk pertanian.

Berangkat dari fakta tersebut di atas, maka balita yang lahir pada awal tahun 2008, akan kesulitan mendapatkan asupan makanan yang bergizi untuk memenuhi kebutuhannya, yang pada akhirnya gizi buruk kembali akan mewabah di Propinsi sulsel, propinsi yang notabene mengklime dirinya sebagai lumbung pangan Indonesia.

Rabu, 30 Januari 2008

ANEMIA ZAT BESI

Awal bulan Desember 2007, saya mendampingi tim peneliti dari Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes, yang bermaksud melakukan penelitian di Kabupaten Maros dan Kota Makassar tentang Anemia. Meskipun sampai saat ini hasil penelitian tersebut belum di publikasikan, akan tetapi dari proses tersebut saya bisa menarik sebuah kesimpulan antara lain :
  1. Masalah anemia bukan prioritas utama Pemerintah Kab. Maros dalam program kesehatan, karena saat ini mereka masih berkonsentrasi pada penurunan angka gizi buruk, meskipun kita tahu bahwa progress penanggulangan gizi buruk juga jalan ditempat
  2. Hingga saat penelitian berlangsung, belum pernah sekalipun petugas kesehatan datang melakukan penyuluhan tentang anemia ke sekolah-sekolah
  3. Ibu hamil masih banyak yang tidak mengkonsumsi tablet tambah darah yang diberikan oleh tenaga kesehatan, dengan alasan mitos (takut janin besar, susah melahirkan, lahir cacat dll)

MENGAPA ANEMIA PENTING?

Bagi ibu hamil, anemia zat besi merupakan penyakit yang harus diwaspadai, karena jika ibu hamil mengalami anemia, maka bayi akan lahir cacat atau abortus, persalinan lama, perdarahan, shock, dan payah jantung. Sedangkan pada janin bisa menyebabkan kematian, cacat bawaan, prematur, dan cadangan zat besi kurang.

Ketika cadangan zat besi kurang, maka pada usia anak-anak hingga remaja, prestasi belajar akan terganggu karena pembentukan otak sejak kecil terhambat. Sekarang ini, anak-anak yang tidak lulus cukup tinggi salah satu penyebabnya anemia.

Bagaiaman Proses Tersebut Bisa Terjadi ?

Yang harus dipahami ialah fungsi zat besi sebagai pigmen pengangkut oksigen dalam darah. Sementara oksigen diperlukan untuk fungsi normal seluruh sel tubuh. Apabila darah kekurangan oksigen maka fungsi sel-sel di seluruh tubuh bisa terganggu.

Bagaimana Cara Mengetahui Seseorang Mengalami Anemia ?

Jika kulit anda pucat, rasa lelah, napas pendek, kuku mudah pecah, kurang selera makan, dan sakit kepala sebelah depan, segera periksakan kondisi anda siapa tahu anda mengalami anemia, akan tetapi terkadang tidak ada keluhan bila seseorang mengalami anemia ringan.

Bagaimana Cara Pencegahannya ?

  1. Sebaiknya setiap hari anda mengkonsumsi sayur dan buah
  2. Jika anda peminum kopi/teh, ada baiknya minum kopi/teh 2 jam sebelum dan sesudah makan, karena kopi/teh mengandung Tanin yang bisa menghambat penyerapan zat besi.
  3. Jika anda pengemar Pallubasa, coto makassar atau Konro, sebaiknya minuman penyertanya adalah juice jeruk, jangan teh manis/teh dalam botol, karena juice jeruk mengandung Vit. C yang bisa mempercepat proses penyerapan zat besi
  4. Jika sumber makanan alamiah di atas anda tidak bisa temukan alternatif terakhir adalah megkonsumsi suplemen zat besi yang banyak di jual di pasaran, INGAT langkah ini adalah jalan terakhir, karena bagaimana pun juga makanan lamiah tetap lebih bagus dari pada sintetik

Siapapun anda sebaiknya jangan biarkan anemia merenggut produktifitas anda.

Minggu, 27 Januari 2008

MESJID AL BUSTAM

MESJID AL BUSTAM

Al Bustam merupakan salah satu nama mesjid yang di dibangun oleh warga Muhammadiyah Kota Makassar yang terletak di Jl. Paccerakkang Km. 14 Daya. Sekilas tidak ada yang istimewa dari mesjid ini kecuali lambang Muhammadiyah yang tertera pada bagian depan mimbar.

Sekitar 500 meter dari mesjid berdiri sebuah kampus milik Departemen Kesehatan yaitu Jurusan Gizi dan Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar. Apa hubungan antar Al Bustam dengan kampus itu ?

Secara tidak langsung, Al Bustam telah banyak membantu mahasiswa yang menempuh perkuliahan di kampus tersebut, dalam kompleks mesjid terdapat sebuah bangunan tempat tinggal permanen, entah sejak kapan, pengelola mesjid memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk tinggal di bangunan tersebut, dengan catatan mereka harus ikut dalam menjaga kebersihan mesjid.

Sudah sepekan ini saya menyempatkan diri melihat pengumuman lulus penerimaan CPNSD, karena itu merupakan tugas rutin saya di kantor untuk mendata jumlah lulusan yang berhasil lolos dalam seleksi yang dilaksanakan tiap tahun itu.

Pada saat saya sajikan data dalam bentuk grafik berdasarkan tempat tinggal, nampaklah sebuah pemandangan yang menarik. Semua mahasiswa yang pernah tinggal di Mesjid Al Bustam hingga tahun 2008 ini sudah menjadi PNS. Sebuah fenomena yang sangat mengagumkan. Saya sempat berfikir sukses itu diraih karena faktor kecerdasan mereka atau semangat perjuangan Muahmmadiyah atau faktor lain?

Lalu, pikiran saya menerawang jauh kebelakang mengingat kembali masa-masa dimana saya dan teman-teman belajar berorganisasi. 15 KM dari Kota Makassar, tepatnya di Kabupaten Maros, lebih tepatnya lagi di Jl. Sultan Hasanuddin, terdapat sebuah bangunan yang secara tidak langsung juga telah banyak mengantar banyak orang meraih kesuksesan, bangunan itu oleh teman-teman di sebut MUSHALLA. Mengapa Mushallah ?, karena tempat itu pernah dijadikan Mesjid bagi warga Muhammadiyah.

Kalau anda pernah membaca Novel karangan Andrea Hirata berjudul Laskar Pelangi, maka anda pasti tidak asing lagi dengan sebuah sekolah miskin yang di dirikan oleh Muhammadiyah dan telah mengantar penulis novel tersebut meraih kesuksesan.

Demi Pena dan Segala Apa yang Dituliskannya.

Sabtu, 26 Januari 2008

Hari Gizi Nasional

Jum'at, 25 Januari 2008, diperingati sebagai Hari Gizi Nasional, sebuah momentum yang dilewatkan oleh hampir semua pemerhati gizi. koran lokal misalnya, hanya SINDO yang menampilkan tulisan tentang permasalahan gizi yang dihadapi oleh bangsa ini.

Peringatan hari gizi tahun ini diiringi dengan meningkatnya angka kemiskinan. sebagaimana yang digambarkan oleh UNICEFF, bahwa kemiskinan merupakan akar masalah gizi.

Hingga saat ini bangsa ini masih berusaha menuntaskan 4 masalah gizi utama, antara lain : Kurang Energi Protein, Kurang Vitamin A, Gangguan Akibat Kekurangan Yodium dan Anemia. artinya penanganan masalah gizi jalan di tempat bahkan cenderung jalan menurun seiring dengan berkembangnya ilmu gizi.

Mengapa hal itu bisa terjadi ?, karena pemerintah, mulai Pusat sampai Daerah masih memandang sebelah mata masalah gizi, padahal untuk menciptakan sebuah generasi yang cerdas dan mampu bersaing pada tingkatan persaingan apapun, dimulai dari pembentukan generasi tersebut, dengan kata lain ketika seseorang dalam kandungan tidak mendapatkan suplai makanan yang bergizi atau ibu yang mengandung mengalami masalah gizi (anemia dan KEK), maka bisa dipastikan pertumbuhan otaknya akan lambat, seiring dengan tidak maksimalnya pertumbuhan otak, maka kita kembali akan menghasilkan generasi pesuruh dan bukan generasi pemimpin.

Akankah kita membiarkan semua ini ?
Jawabnya tentu saja tidak.